Efek Buruk Suka Pamer Bikin Susah Punya Teman Baru, Kenapa?

Perilaku flexing alias pamer kekayaan bisa ditemukan di media sosial.

Menurut kajian psikologi perilaku pamer itu dipengaruhi dorongan untuk membuat rasa aman.

Sebab perilaku flexing merupakan terkadang muncul karena rasa ketaknyamanan dalam hal tertentu.

Sebelum era media sosial, perilaku pamer kekayaan agar terlihat mencolok sudah disebut sejak 1899 oleh Thorstein Veblen dalam bukunya The Theory of the Leisure Class: An Economic Study in the Evolution of Institutions.

Flexing hanya istilah modern untuk perilaku suka pamer pada masa kini.

Mengutip Insider, laporan yang diterbitkan dalam jurnal Social Psychological and Personality Science menemukan, 66 persen orang cenderung memilih mobil mewah daripada yang biasa.

Laporan itu juga mengungkapkan sudut pandang, kalau seseorang yang selalu tampil ala kelas atas kurang menarik untuk menjadi teman baru.

Mengutip laman Dictionary, kategori pamer itu entah fisik, kekayaan, atau keunggulan daripada orang lain.

Tujuan seseorang pamer bisa bermacam-macam, seperti ingin pengakuan, menunjukkan identitas atau kredibilitas atas suatu kemampuan, dan mendapatkan pasangan kaya.

Perilaku pamer juga tidak semata-mata sebagai bentuk pencitraan diri, bisa jadi sebagai alat marketing perusahaan.

Pamer juga mencerminkan perilaku konsumsi yang mencolok.

Tujuannya menghabiskan uang untuk membeli barang atau jasa sebagai cara menunjukkan status atau kekuatan ekonomi Berbelanja untuk memamerkan kekayaan barang atau jasa dibeli harganya fantastis.

Menurut psikolog Tim Kasser, orang yang sering pamer bisa menjadi kurang empati dan lebih kompetitif juga cenderung tidak mendukung kelestarian lingkungan.

Orang pamer pun rentan muncul dorongan membiarkan sesuatu yang merugikan pihak lain.

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *